Sebuah keputusan oleh sebuah SMA Katolik di Mindanao untuk melarang pelajar memakai tudung mengundang badai kemarahan dari para aktivis hak asasi manusia dan kumpulan Islam di Filipina.
"Kami meminta mereka untuk mematuhi undang-undang yang ada kerana polisi mereka melanggar hak asasi manusia," kata S. Alih Aiyub, setiausaha agung Persidangan Ulama Nasional Filipina di Mindanao Barat, kepada website Rappler, hari Selasa, 31 July, sebagaimana dilaporkan oleh onislam.net.
"Kami meminta mereka untuk mematuhi undang-undang yang ada kerana polisi mereka melanggar hak asasi manusia," kata S. Alih Aiyub, setiausaha agung Persidangan Ulama Nasional Filipina di Mindanao Barat, kepada website Rappler, hari Selasa, 31 July, sebagaimana dilaporkan oleh onislam.net.
SMA Pilar College di Mindanao telah melarang pelajar Islam wanita memakai tudung di kawasan sekolah. Walaupun dewan bandar telah mengeluarkan resolusi yang mempersoalkan dasar tersebut, Pilar College yang merupakan sekolah Katolik, salah satu lembaga akademik tertua di Mindanao Barat, tetap kukuh melarang pemakaian tudung.
Dalam surat 9 Julai untuk Datuk Bandar Celso Lobregat, Suster Maria Nina Balbas, presiden Pilar College, mengatakan sekolah akan terus menegakkan larangan tersebut.
"Asal kami adalah Katolik Rom dan kami tidak dapat menyimpang dari asal itu," kata Balbas.
"Memang benar kami melayani pelajar dari pelbagai agama, tapi sebelum mereka rasmi didaftarkan, selama wawancara dengan pelajar, aturan dan peraturan dijelaskan kepada mereka terutama larangan jilbab atau tudung."
Edilwasif Baddiri, suruhanjaya undang-undang di Suruhanjaya Nasional Muslim Filipina (NCMF), mengkritik polisi sekolah tentang larangan jilbab. Baddiri mengatakan peraturan pendidikan memberi siswa Muslim hak untuk mengenakan tudung di sekolah.
Suruhanjaya Pendidikan Tinggi mengeluarkan lagi memorandum pada 2008 yang menyokong pemakaian penutup kepala Muslim oleh mahasiswa pengajian tinggi kejururawatan.
Islam yang tersebar Mindanao di Filipina pada abad ke-13 kira-kira 200 tahun sebelum kedatangan Kristian, adalah rumah bagi lebih dari 5 juta Muslim.
Dalam surat 9 Julai untuk Datuk Bandar Celso Lobregat, Suster Maria Nina Balbas, presiden Pilar College, mengatakan sekolah akan terus menegakkan larangan tersebut.
"Asal kami adalah Katolik Rom dan kami tidak dapat menyimpang dari asal itu," kata Balbas.
"Memang benar kami melayani pelajar dari pelbagai agama, tapi sebelum mereka rasmi didaftarkan, selama wawancara dengan pelajar, aturan dan peraturan dijelaskan kepada mereka terutama larangan jilbab atau tudung."
Edilwasif Baddiri, suruhanjaya undang-undang di Suruhanjaya Nasional Muslim Filipina (NCMF), mengkritik polisi sekolah tentang larangan jilbab. Baddiri mengatakan peraturan pendidikan memberi siswa Muslim hak untuk mengenakan tudung di sekolah.
Suruhanjaya Pendidikan Tinggi mengeluarkan lagi memorandum pada 2008 yang menyokong pemakaian penutup kepala Muslim oleh mahasiswa pengajian tinggi kejururawatan.
Islam yang tersebar Mindanao di Filipina pada abad ke-13 kira-kira 200 tahun sebelum kedatangan Kristian, adalah rumah bagi lebih dari 5 juta Muslim.
0 comments:
Post a Comment